Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3 - Sekejap. Pencarian itu dimulai. Mamak Lainuri sudah sejak tadi hanya
terduduk di kursi bambu. Dipegangi oleh ibu-ibu lainnya. Mamak semaput.
Wajahnya pucat oleh perasaan gentar. Ya Allah, ia seperti bisa melihat kejadian
delapan tahun silam. Seperti tergambar jelas di depannya. Wak Burhan yang
waktu itu lebih muda, juga dengan cepat memberikan perintah. Orang-orang
yang membawa obor. Tombak. Golok. Pencarian hingga dinihari. Dan hasilnya?
Mamak Lainuri jatuh pingsan lagi.
Laisa berusaha menyeka keringat di wajah Mamak.
Dalimunte yang terlalu kecil untuk ikut rombongan pencari duduk
tertunduk di dekatnya, gentar. Yashinta memeluk lutut. Bahkan ia masih terlalu
kecil untuk ingat banyak kejadian. Masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang
sedang terjadi.
"Kak, apa Ikanuri dan Wibisana baik-baik saja?" Laisa mengangguk
pelan ke arah Dalimunte.
Cahaya obor rombongan pencari yang bergerak terlihat mulai menjauh.
Ada yang menaiki lembah, ke desa atas. Menyeberangi ladang-ladang. Ke kiri.
Ke kanan. Kerlapkerlip. Meski nyaris separuh penduduk kampung mencari
Ikanuri dan Wibisana, balai kampung tetap ramai. Seluruh penduduk membawa
anggota keluarganya ke sini. Tidak ada yang ingin meninggalkan anak-anaknya
di rumah setelah mengerti maksud bunyi kentongan tadi. Mereka bermalam di
balai kampung bersama-sama. Di atas kursi-kursi bambu Saling bersitatap
ketakutan.
Laisa menggigit bibir. Mengusap wajahnya berkali-kali. Gelisah melihat
sekitar. Ia sungguh cemas. Ini pasti gara-gara ia tadi siang mengancam adikadiknya.
Ya Allah… Ini semua salahnya. Mereka pasti enggan pulang gara-gara
dibilang akan dihukum tidak boleh masuk rumah, harus tidur di bale bambu,
bawah rumah. Apakah ia harus menceritakan pertengkarannya ke Mamak?
Tidak. Itu tidak perlu, dan jelas tidak bisa dilakukannya. Tapi kalau terjadi
kenapa-napa dengan Ikanuri dan Wibisana? Ya Allah, semoga tidak. Semoga
mereka hanya bermalam di desa atas.
Gemerlap bintang di atas entah kenapa pelan mulai diselimuti gumpalan
awan hitam. Seperti menambah tinggi tingkat kecemasan. Hening. Mencekam.
Sudah pukul 22.00. Lembah itu mulai hening. Suara jangkrik berderik pelan
mereda. Uhu burung hantu. melemah. Suara uwa menghilang. Malam beranjak
matang. Satu jam berlalu.
Rombongan pencari satu per satu kembali. Melapor.
Hasilnya kosong—
Maka benar-benar tegang sudah balai kampung itu. "Hati-hati... Tetap
dalam rombongan, jangan ada satupun yang terpisah—" Wak Burhan berkata
dengan intonasi suara tegas tanpa kompromi. Kelompak lelaki dewasa yang
sudah terbagi menjadi dua rombongan tersebut, mengangguk "Saat pijar
matahari pagi terlihat di kejauhan, saat merah terlihat menyemburat
membungkus lembah, kita berkumpul lagi di sini.... Sebelum itu, cari sampai
dapat. Periksa seluruh semak belukar, jangan sampai ada yang tertinggal.
Pastikan kalian mengenali bercak darah...."
dan anda bisa menemukan artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3 ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/12/bidadari-bidadari-surga-mozaik-14.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3 sebagai sumbernya.
Artikel Terkait: Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 6
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 2
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 2
0 comments:
Post a Comment