10. Setelah Kau Menikahiku - “Kau keterlaluan! Aku sudah berpikir untuk menelepon kantor polisi!”
teriakku kepadanya.
“Aku juga rindu kepadamu!” balas Idan tertawa. Dan mataku rasanya
semakin perih melihat tawanya lagi.
“Di mana saja kau dua hari ini?”
“Di hotel kecil dekat kantor.”
Ia baru saja menghabiskan piring ketiga sop buntut kesukaannya. Ia tidak
berkomentar ketika melihat bahwa aku sudah membeli semua makanan
kegemarannya. Ia hanya makan dua kali lebih lahap.
“Kenapa kau akhirnya memutuskan untuk pulang?” suaraku bergetar.
“Aku perlu baju bersih,” ia tertawa malu. “Laundri hotel mahal sekali.”
Saat ia mencuci piring makannya, dengan punggungnya ke arahku, ia
menyambung, ”Selain itu , aku khawatir karena kau sendirian di sini.”
Dan dadaku tiba-tiba terasa ngilu.
“Aku akan pulang terlambat besok,” ucapku perlahan. “Aku harus lembur.
Dikejar deadline.”
Ia berhenti membilas piring dan aku tahu ia berbalik menatapku. Tapi
mataku terpaku pada es krim di hadapanku.
“Oke,” katanya. “Kau keberatan kalau aku makan malam duluan?”
“Asal kau sisakan cukup untukku,” aku tersenyum.
Paginya kulihat lingkaran merah kedua di kalender.
Aku bisa mentolerir kebiasaan Idan membiarkan koran yang telah dibacanya
berserakan di ruang tamu. Aku bisa memaklumi kegemarannya nonton film
action —-genre yang paling tidak kuminati, dan sepak bola—- olahraga
yang menurutku amat membosankan. Aku bahkan bisa memaafkan kebiasaannya
mengeluarkan pas ta gigi dengan memencet bagian tengah tubenya, tidak
dari bawah seperti yang biasa kulakukan.
Hanya satu yang aku belum sanggup terima. Caranya menghabiskan akhir
pekannya. Setiap Minggu pagi ia berangkat sebelum pukul enam untuk
bermain sepak bola dengan teman-temannya, dan sorenya, sekitar pukul
setengah empat, ia pergi memancing. Untukku yang selalu menghabiskan
waktu luang dengan pergi dari satu galeri ke galeri lain, dari satu
pameran lukisan ke yang lain, dari mal ke mal, dan berakhir dengan acara
makan-ma kan, kebiasaan Idan itu sama sekali tidak bisa kupahami. Aku
tak sanggup menontonnya main bola atau menemaninya memancing, karena aku
dengan sangat cepat akan mera sa jemu.
Sebulan pertama aku berusaha mengerti . Ia selalu pulang dengan mata
berbinar hingga aku tak tega mengeluh dan protes. Tapi di pekan kelima
kesabaran kutandas, dan pagi itu, saat ia tengah memasukkan botol air
minum dan kotak rotinya ke dalam tas, aku memintanya untuk tidak
memancing.
dan anda bisa menemukan artikel 10. Setelah Kau Menikahiku ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/08/10-setelah-kau-menikahiku.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel 10. Setelah Kau Menikahiku ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link 10. Setelah Kau Menikahiku sebagai sumbernya.
0 comments:
Post a Comment