21. Setelah Kau Menikahiku - Aku menunduk, bibirku terkatup erat. Sepuluh tahun lalu, di tempat ini
juga, ia melamarku, dan aku menolak. Aku tak bisa membiarkan peluang
karier yang telah susah payah kurebut tersia-sia begitu saja, bahkan
untuk satu-satunya lelaki yang ingin kunikahi. Aku tak bersedia hanya
menjadi bayangannya, terperangkap dan layu di negeri asing, walau ia
adalah orang yang menguasai separuh jiwaku. Dan ia pergi. Di awal
perpisahan surat-suratnya datang dengan teratur, tak satu pun kubalas.
Bertahun-tahun ia tetap mengirim kartu ulang tahun dan Lebaran, yang
semua kubakar, sampai aku tak lagi peduli, sampai suatu hari tidak ada
lagi kartu yang datang. Dan dengan sedih aku harus mengakui bahwa lelaki
sesemp urna Pram pun suatu ketika akan melupakanku.
“Kau sendiri bagaimana, Ta?”
“Aku sekarang editor senior,” jawaban itu terdengar menyedihkan, hampa
makna. Apa artinya seuntai jabatan di sisi… cinta? Kesetiaan?
“Selamat!” ia kedengaran tulus, tapi di hatiku kata itu menyakiti. “Aku
selalu yakin kau yang terbaik untuk pekerjaan itu.”
“Kau pernah ingin merenggutku dari ini semua,” ujarku lirih. Apa jadinya
kalau dulu kukatakan “ya ”? Sepuluh tahun bersama Pram, seperti apa?
Ia menggeleng. “Aku hanya memintamu memilih.”
Matanya tertambat pada cincin di jari manisku. Suaranya pelan saat ia
bertanya, ”Kau sudah menikah?”
Aku mengangguk. Ia tertawa kecil, agak gugup . “Siapa?” tanyanya lirih.
“Idan,” jawabku kaku.
“Idan? Irdansyah temanmu?”
“Sahabatku.”
“Sahabatmu,” desahnya. “Sudah berapa putramu?”
Aku menggeleng. “Belum ada,” bisikku.
Pram menatapku lekat. Dua kali ia tampak seolah akan bicara, tapi setiap
kali, ia berhenti. Akhirnya, dengan senyum kecil ia mengeluarkan sebuah
kotak mungil dari sakunya.
“Aku…,” dibukanya kotak itu. “…Aku se ndiri menganggap diriku gila,
karena membawakanmu ini. Tapi, Ta, maaf kalau aku terus-terang seperti
ini, dibenakku kau masih Ita-ku yang dulu. Aku tahu dalam sepuluh tahun
segalanya bisa terjadi dan kau pasti sudah menikah. Tapi….”
Dikeluarkannya sebuah gelang mungil berhias batu-batu semi-mulia. Aku
terkesima.
“Aku tahu kau suka perhiasan antik. Ada kenalanku yang membuka toko
barang antik di Muenchen. Aku membeli ini darinya,” tanpa meminta
izinku, ia telah memasangkan gelang itu di tanganku.
“Terima kasih,” gumamku terpesona. “Cantik sekali.”
dan anda bisa menemukan artikel 21. Setelah Kau Menikahiku ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/09/21-setelah-kau-menikahiku.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel 21. Setelah Kau Menikahiku ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link 21. Setelah Kau Menikahiku sebagai sumbernya.
0 comments:
Post a Comment