22. Setelah Kau Menikahiku - “Kau suka?”
Aku mengangguk. Dan teringat lagi hadiah ulang tahun dari Idan. “ Kau….
Sebetulnya kau tidak perlu repot-repot…,” suaraku keluar dengan susah
payah.
“Sebetulnya aku mau membawakanmu karpet antik yang aku yakin akan
membuatmu tergila-gila. Aku sudah membelinya karena itu mengingatkanku
padamu. Setiap kali aku berbelanja barang antik aku tak bisa tidak
mengingatmu,” ia tertawa kecil. “Tapi aku tidak bisa membawanya ke sini.
Bawaanku sudah banyak sekali. Ibuku memesan oleh-oleh untuk semua sanak
famili dalam radius dua ratus lima puluh kilometer.”
Aku tersenyum kecil. Tapi dalam benakku berkelebat pertanyaan demi
pertanyaan. Apakah Idan tahu hadiah seperti apa yang akan membuatku
bahagia? Apa ia mengenal selera dan kegemaranku? Aku menggeleng dalam
hati. Tidak. Tidak .
Pram masih bicara panjang lebar tentang bisnis yang dilakukannya di
Jerman. Aku kembali diingatkan tentang kecerdasan dan keluasan
wawasannya. Apalagi sepuluh tahun berada di negara lain telah menjadikan
Pram yang dulu kukenal lembut dan peka, semakin lapang hati dan terbuka.
Kalau ada yang berubah dalam dirinya, semua itu hanya menjadikannya
sempurna. Dan pikiran itu menorehkan nyeri di hatiku. Sudah terlambat,
sambatku kepada diri sendiri.
Ia bercerita tentang barang-barang antik yang juga jadi salah satu
kegemarannya. “Kalau saja kau bersamaku, Ta,” katanya dengan mata
berbinar. “Kita bisa menghabiskan waktu mengaduk-aduk Eropa mencari
barang antik….”
Ia melihat ekspresi wajahku dan berhenti bicara. “Maaf,” katanya sejenak
kemudian.
“Aku harus kembali ke kantor,” gumamku kaku.
“Baiklah. Mau kuantar?”
“Aku ada mobil.”
Ia menahan tanganku saat aku hendak berdiri. “Ita, aku tahu semuanya
berbeda sekarang. Tapi, kalau kau tidak keberatan, bisakah kita bertemu
lagi sekali-sekali selama aku di sini? Aku perlu teman yang bisa
mengantarku jalan-jalan mengunjungi galeri dan art shop.”
Undangan yang sangat menggoda, yang memenuhi benakku serta merta dengan
masa lalu dan janji akan sesuatu yang lebih istimewa lagi, kalau saja
aku bisa mengucapkan ya.
Pram membaca keraguanku dan sesaat sorot matanya meredup.
“Kita bisa jalan-jalan bertiga, kau, Idan dan aku,” katanya. “Aku tidak
punya banyak teman di sini.”
“ Aku pikir-pikir dulu,” jawabku cepat-cepat, sebelum hatiku dikuasai
kehausan untuk berlama-lama dengan Pram.
dan anda bisa menemukan artikel 22. Setelah Kau Menikahiku ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/09/22-setelah-kau-menikahiku.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel 22. Setelah Kau Menikahiku ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link 22. Setelah Kau Menikahiku sebagai sumbernya.
0 comments:
Post a Comment