Bidadari - Bidadari Surga Mozaik 2 BULAN YANG TERBELAH Bagian 9 - berfungsi lagi. Mati—"
Dalimunte sengaja berhenti mendadak. Sejenak. Tersenyum. Meraih gelas
besar di hadapannya. Meminum seteguk-dua teguk. Membasahi
kerongkongannya. Membiarkan rasa haus ingin tahu menggantung di langit-
langit ruangan. Tapi entah kenapa, saat semua peserta bersiap menunggu
gagasan hebat, jawaban atas pertanyaan itu, menunggu penjelasan apa yang
akan disampaikan profesor muda di depan mereka. Saat Dalimunte telah
meletakkan kembali gelasnya. Kembali menunjuk slide yang terpampang di
layar LCD raksasa. Bersiap menjelaskan progress penelitiannya. Dalimunte
malah mendadak terdiam. Pelan menurunkan kembali tangannya yang
memegang pointer layar LCD.
Telepon genggam di saku celananya mendadak bergetar.
"Maaf, sebentar—" Dalimunte tersenyum tanggung ke peserta
simposium. Siapa? Menelan ludah. Ini ganjil sekali. Dia punya dua telepon
genggam. Satu untuk urusan kampus, lab dan lain-lain, yang lazimnya
dinonaktifkan dalam situasi simposium seperti ini. Satu lagi untuk urusan
keluarga, yang selalu stand-by apapun alasannya. Hanya ada enam orang yang
tahu nomor telepon genggam urusan keluarganya. Siapa?
Keliru. Bukan dari siapa tepatnya pertanyaan Dalimunte barusan. Namun:
ada apa? Apa yang sedang terjadi?
Wajah Dalimunte seketika mengeras, cemas.
Sedikit terburu-buru meraih telepon genggam. SMS. Kenapa harus
dengan SMS? Jika penting bukankah bisa langsung menelepon? Itu berarti
Mamak Lainuri yang mengirimkan. Mamak tak pandai benar berbicara lewat
HP, selalu merasa aneh. Setetah terdiam sejenak menatap layar HP, Dalimunte
gemetar menekan tombol open. SMS itu terbuka. Gagap membaca kalimatnya.
Menggigit bibir. Menyeka dahi yang berkeringat. Terdiam lagi satu detik. Dua
detik. Lima detik. Lantas dengan suara amat lemah berkata pendek di depan
speaker. "Maaf. Cukup sampai di sini— "
Kalimat yang membuat seluruh ruangan simposium itu riuh. Seketika.
Gaduh. Seruan-seruan kecewa.
Dalimunte sudah turun dari podium. Tidak peduli kalau Anne, si
moderator yang cerewet buru-buru bangkit dari kursinya, mendekat, coba
bertanya apa yang sedang terjadi. Tidak peduli beberapa koleganya juga ikut
mendekat, ingin tahu. Tidak peduli dengung suara lebah. Apalagi kilau blitz
kamera wartawan yang sejak tadi rakus membungkus tubuhnya. Tidak peduli.
Dalam hitungan detik Dalimunte sudah menggenggam tangan istrinya yang
berkerudung biru. Berbisik dengan suara bergetar. Lantas melangkah keluar
dari ruangan. Bergegas.
Meninggalkan berlarik tanya dari lima ratus peserta simposium
internasional fisika itu. Bagaimana dengan gelombang elektromagnetik tadi?
dan anda bisa menemukan artikel Bidadari - Bidadari Surga Mozaik 2 BULAN YANG TERBELAH Bagian 9 ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/09/bidadari-bidadari-surga-mozaik-2-bulan_22.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bidadari - Bidadari Surga Mozaik 2 BULAN YANG TERBELAH Bagian 9 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link Bidadari - Bidadari Surga Mozaik 2 BULAN YANG TERBELAH Bagian 9 sebagai sumbernya.
Artikel Terkait: Bidadari - Bidadari Surga Mozaik 2 BULAN YANG TERBELAH Bagian 9
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 6
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 2
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 2
0 comments:
Post a Comment