Bidadari-bidadari Surga mozaik 4 Penguasa angkasa bagian 1 - DUA PULUH RIBU kilometer dari langit malam kota Roma yang cemerlang
oleh cahaya. Di sini, pagi justru sedang beranjak meninggi. Pukul 06.00. Udara
berkabut. Putih membungkus puncak Semeru. Pemandangan luas menghampar
begitu memesona. Tebaran halimun yang indah. Empat gunung di sekitarnya
terlihat menjulang tinggi, mengesankan melihatnya. Berbaris. Gunung Bromo.
Tengger. Merbabu. Seperti serdadu. Uap mengepul dari kawah Semeru. Angin
mendesing lembut. Samudera Indonesia memperelok landsekap, terlihat
terbentang nun jauh di sana. Membiru. Sungguh pemandangan yang hebat.
Tangan yang memegang teropong binokuler berkekuatan zoom 25 kali itu
sedikit gemetar. Brrr.... Dingin. Suhu menjejak 4 derajat celcius di atas sini,
ketinggian 3150 meter dpl (di atas permukaan laut). Jaket tebal yang
membungkus, topi lebar, slayer besar tak membantu banyak. Hanya karena
terbiasa dan antusiasme tak terbilanglah yang membuat gadis berumur 34 tahun
itu tetap bertahan dari tadi shubuh persis di tubir kawah Semeru. Mukanya
seolah tidak peduli dengan dinginnya pagi, malah menyeringai oleh senyum
senang. Mata hitam indahnya bercahaya. Wajah cantik itu amat bersemangat.
Rambut panjangnya menjuntai, mengelepak pelan oleh deru angin pagi....
Ia sudah lama menunggu kesempatan ini. Dingin dan sukarnya trek terjal
pegunungan bukan masalah. Ia menguasai medan sulit seperti ini sejak kedl.
Dulu, sejak ingusan, ia belajar langsung dari jagonya.
"Arah pukul dua belas! Arah pukul dua belas!" Gadis itu tiba-tiba berseru tertahan.
"Mana? Di mana?"
"Lima belas meter dari bibir kawah. Dinding dekat batu cokelat! Batu
cokelat, bukan yang hitam." Gadis itu berbisik antusias ke teman-teman di
belakangnya, berusaha mengendalikan volume suaranya.
"Mana? Di mana?" Dua rekannya, cowok-cewek, dengan usia tidak beda,
dengan pakaian sama tebalnya bertanya lagi sambil beringsut mendekat.
Mengarahkan binokuler masingmasing ke arah yang ditunjuk gadis satunya
barusan.
"Batu besar arah jam dua belas! Batu besar cokelat—"
"Batu besar? Cokelat?"
"PKAAAK!" Lenguh suara nyaring itu sempurna sudah memecah hening
puncak Semeru. Bagai menguak kabut. Bagai membelah halimun. Membuat
wajah-wajah sontak tertoleh, mendongak.
"PKAAAK!" Sekali lagi membuncah pagi.
"Terbang! Ada yang terbang."
"Di mana? Di mana?"
"Arah pukul delapan. Di atas. Di atas, sebelah kiri!"
Gadis yang duduk paling depan, yang membungkuk di tubir kawah
Semeru itu berseru semakin tertahan. Wajahnya semakin antusias. Berbinarbinar
senang. Binokuler ditangannya bergerak gesit. Rambut panjangnya
bergerak anggun. Zoom in. Teropong model canggih itu berdesing oleh perintah
auto focus.
Persis di atas mereka, seekor burung alap-alap kawah gunung, dengan
bentang sayap berukuran 45 cm, bagai pesawat falcon, mungkin juga F-14
menderu melesat. Bukan main. Sempurna seperti sedang menyibak gumpalan
putih kabut. Bicara soal kecepatan dan manuver terbang, sumpah tidak ada
yang mengalahkan Peregrin, inilah sang penguasa kawah gunung. Bukan elang.
Bukan garuda. Bukan pula Rajawali. Tapi alap-alap (kawah). Merekalah
penguasa langit sejati. Burung yang hidup di tempat tertinggi di dunia. Di
tempat paling eksotis di seluruh muka bumi. Yang mampu terbang hingga ke
ketinggian pesawat terbang.
"PKAAAK!" Alap-alap kawah itu terbang melesat seolah hendak
menghujam ke dinding dekat gumpalan batu cokelat. Sarangnya!
Tiga orang yang mengawasi dari sisi lereng seberangnya melotot melalui
binokuler. Sungguh, pemandangan yang menakjubkan.
Gerakan tubuh alap-alap kawah itu persis bagai pesawat tempur yang
menyerbu. Dan sedetik sebelum tubuhnya seakan-akan hendak menghantam
dinding kawah, sayapnya terlipat ke belakang. Begitu anggun, begitu mulus,
kecepatannya berkurang dalam hitungan sepersekian detik. Lantas bagai
seorang ballerina sejati, sekejap, sudah mendarat sempurna. Perfecto!
Gadis yang duduk di depan menggigit bibir. Terpesona. Menghela nafas.
Sungguh pertunjukan atraksi alam yang spektakuler. Binokulernya mendesing.
Mode: full zoom in. Sekarang ia bisa melihat bulu leher Peregrin yang
kemerah-merahan seperti menatapnya dari jarak sedepa saja.
Kuku-kuku kaki tajam induk alap-alap kawah itu menggenggam mangsa
yang baru didapatnya pagi ini. Tiga ekor anaknya menyembul dari dalam
sarang. Ber-pkak, pkak lemah, meski riang. Paruh yang terjulur. Warna emas
itu. Positif! Tidak salah lagi!
dan anda bisa menemukan artikel Bidadari-bidadari Surga mozaik 4 Penguasa angkasa bagian 1 ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/09/bidadari-bidadari-surga-mozaik-4.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bidadari-bidadari Surga mozaik 4 Penguasa angkasa bagian 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link Bidadari-bidadari Surga mozaik 4 Penguasa angkasa bagian 1 sebagai sumbernya.
Artikel Terkait: Bidadari-bidadari Surga mozaik 4 Penguasa angkasa bagian 1
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 6
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 2
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 2
0 comments:
Post a Comment