Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1 - CELAKA. Benar-benar celaka. Kesibukan penduduk Lembah Lahambay hari
itu ternyata tidak berhenti saat senja tiba. Tapi benar-benar hingga malam hari,
24 jam.
Menjelang maghrib setelah dipotong istirahat shalat ashar, lima kincir air
itu sudah berderet rapi di dinding cadas sungai. Lubang-lubang pondasi sudah
dituangi cor semen. Belum terpasang. Meski pondasinya sudah siap, lima kincir
itu baru akan dipasang minggu depan, jadwal gotong-royong berikutnya.
Pondasinya dibiarkan dulu kering.
Wak Burhan, para orang tua, pemuda dewasa, menyeringai lega melihat
pekerjaan mereka. Lembah mulai remang, Wak Burhan menghentikan gotongroyong.
Cukup untuk ahad ini. Kesibukan di pinggir sungai itu memang
berhenti ketika mereka beramai-ramai beranjak pulang. Mandi. Berganti
pakaian. Siap menjemput malam, beristirahat.
Tetapi kesibukan lainnya mendadak menyusul. Lebih ramai dari sebelumsebelumnya.
Laisa setelah hampir setengah jam menangis di bawah pohon mangga
beranjak kembali ke pinggir sungai. Menyeka luruh sisa-sisa tangis. Berusaha
senormal mungkin saat bilang ke Mamak kalau Ikanuri dan Wibisana tidak mau
nurut. Mereka bermain-main di ladang, dan justru lari menghindar saat disuruh
pulang. Mamak mengomel, berjanji dalam hati akan menghukum dua sigung
itu nanti malam. Meneruskan pekerjaan memberesi peralatan masak. Senja
mulai turun, jingga membungkus lembah. Sementara Yashinta sejak tadi hanya
dudukduduk saja di pinggir sungai selepas asyik mengejar capung air bersama
teman-temannya.
Tetapi keliru. Laisa yang berpikir Ikanuri dan Wibisana setelah pergi
meninggalkan dirinya akan kembali ke rumah itu keliru. Juga Mamak yang
sudah berencana membuat aturan main baru di rumah saat mengomel nanti
malam. Keliru, Ikanuri dan Wibisana ternyata tidak pulang-pulang. Juga saat
mereka sudah bersiap-siap shalat berjamaah. Dua sigung itu tetap tidak
kelihatan batang hidungnya.
Lepas maghrib, saat orang-orang pulang dari surau, denting kecemasan
itu mulai tumbuh. Mamak Lainuri menatap cemas dari bingkai jendela depan
yang masih terbuka. Kemana pula dua anak nakalnya pergi?
Adzan isya. Lepas shalat isya. Lembah sempurna gelap. Dan sedikit pun
tidak kelihatan tanda-tanda batang hidung Ikanuri dan Wibisana. Mamak
semakin cemas. Menatap siluet hutan rimba dengan nafas bergetar.
Pukul 19.30. Tegang sekali.
Pukul 20.00, Mamak Lainuri akhirnya menyererah.
Sejengkel apapun ia dengan Ikanuri dan Wibisana, dawai kecemasannya
sudah berdenting terlalu tinggi. Ia menyambar obor di depan pintu. Melangkah
cepat ke rumah Wak Burhan. Kak Laisa, yang meski hatinya masih bagai buah
tersayat-sayat sejak kejadian tadi sore ikut ke rumah Wak Burhan. Mamak
hendak melapor. Dua anaknya belum pulang.
"Belum pulang bagaimana, Lainuri?"
"Belum pulang, Bang! Ikanuri dan Wibisana belum pulang ke rumah!"
Mamak mengusap wajahnya, tegang, cemas.
dan anda bisa menemukan artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1 ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/11/bidadari-bidadari-surga-mozaik-14.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1 sebagai sumbernya.
Artikel Terkait: Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 1
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 6
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 14 PENGUASA GUNUNG KENDENG Bag 2
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 5
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 4
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 3
- Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 13 KAU BUKAN KAKAK KAMI Bag 2
0 comments:
Post a Comment