Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 8 KAU ANAK LELAKI bagian 5 - "Kamu sekarang bawa gelang karetnya, sayang?" Dalimunte merubah
posisi duduknya, bertanya lembut. Ah, seharusnya dia bisa lebih rileks
sekarang, mereka sudah duduk nyaman di atas pesawat.
"Bawa. Memangnya kenapa, Bi?"
"Abi minta satu lagi—"
Intan tertawa, mengambil tas sekolah di bawah kakinya, mengeluarkan
satu gelang. Menjulurkan gelang itu. Dalimunte hendak mengambil dari tangan
putrinya. Tapi Intan tidak melepaskan gelangnya.
"Abi bayar dulu lima ribu!"
Dalimunte tertawa kecil, mengeduk saku celananya, kosong.
"Minta sama, Ummi!"
Ummi ikut tertawa, mengeluarkan tas tangannya.
Seharusnya perjalanan ini menyenangkan. Mereka hampir setiap dua
bulan sekali berkunjung ke perkebunan strawberry Mamak Lainuri. Dan itu
selalu menjadi perjalanan yang menyenangkan. Berkumpul bersama yang lain.
Apalagi Intan, menikmati benar menjadi kakak-kakak bagi Juwita dan Delima
(maksudnya menikmati merintah-merintah mereka). Menikmati masakan Wak
Laisa. Berjalan keliling kebun bersama Eyang Lainuri, atau yang lebih seru
Iagi, ikut Tante Yashinta melihat berang-berang di pagi buta.
Tadi mereka amat terlambat datang di bandara. Seharusnya pesawat itu
sudah take-off lima belas menit lalu. Tapi kolega peneliti Dalimunte yang
mengerti situasinya berbaik hati menelepon kantor pusat maskapai penerbangan
tersebut dari lab. Hari ini, pakar fisika ngetop seperti Profesor Dalimunte sudah
seperti selebritis saja, apalagi salah satu petinggi maskapai itu sama persis
dengan Headmaster Miss Elly, fans berat Profesor Dalimunte, maka mereka
berbaik hati menunda penerbangan. Toh, penumpang lain tidak berkeberatan
setelah tahu yang naik ke pesawat terakhir adalah Profesor Dalimunte.
"Eh, Ummi sudah telepon Eyang Lainuri kalau kita mau datang? Biar
Eyang masak yang banyak. Masakan kesukaan Intan: rebung bakar!" Intan
nyengir. Teringat sesuatu.
Ummi tersenyum simpul, bagi putrinya kunjungan ini mungkin tidak jauh
Editor By. I-One
berbeda dengan kunjungan-kunjungan sebelumnya. Mengangguk.
"Tapi mengapa mendadak benar, Mi?"
"Mendadak apanya?"
"Kita pulang! Kenapa mendadak benar? Orang kalau mau hujan saja ada
gunturgeledeknya..."
"Wak Laisa sakit, sayang—" Dalimunte yang menjawab, setelah
menghela nafas. Cepat atau lambat Intan akan tahu.
"Sakit? Mana bisa Wak Laisa sakit?" Mata Intan membesar, sedikit pun
tidak percaya. Kan, Wak Laisa tuh terlihat tambun. Gemuk meski gempal.
Mana bisa sakit? Lah, Abi saja tidak kuat gendong Intan naik tangga kayu cadas
sungai. Hanya Wak Laisa yang kuat gendong. Jadi mana bisa sakit?
"Bukannya sebulan lalu Wak Laisa sehat walafiat, Bi?" Intan menggaruk
rambutnya. Sok berpikir. Gayanya sudah seperti orang dewasa saja.
Dalimunte menatap datar wajah putrinya yang amat ingin tahu. Itulah
yang Abi juga tidak mengerti, sayang. Sebulan lalu Wak Laisa memang terlihat
sehat. Hanya sedikit pucat. Soal pucat, sudah sejak dulu Kak Laisa memang
sedikit pucat. Tapi ia masih sibuk bekerja. Sibuk dengan keseharian. Tidak
pernah mengeluh, bahkan sejak mereka masih kecil dulu. Tidak pernah sakit.
Kak Laisa selalu sigap dan disiplin menghadapi rutinitasnya. Jadi mana
mungkin Kak Laisa sakit? Tapi SMS dari Mamak Lainuri pasti serius. Benar-
benar serius. Dalimunte menelan ludah, mengusap lembut rambut putrinya.
Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi
pula nanti malam....Bagaimana mungkin kalimat itu tidak serius?
***********
dan anda bisa menemukan artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 8 KAU ANAK LELAKI bagian 5 ini dengan url
http://adara-wpr.blogspot.com/2012/11/bidadari-bidadari-surga-mozaik-8-kau_19.html,
anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 8 KAU ANAK LELAKI bagian 5 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,
namun jangan lupa untuk meletakkan link Bidadari-Bidadari Surga Mozaik 8 KAU ANAK LELAKI bagian 5 sebagai sumbernya.
0 comments:
Post a Comment